TUGAS
MATA KULIAH SINTAKSIS LANJUT
Imperatif Bahasa Minangkabau
Dosen
Pembimbing : Ermawati S., M.Pd.
Disusun
Oleh Kelompok 6 :
1.
Deni
Afrial
2.
Mutia
Merianti
3.
Rahayu
Setia Ningsih
4.
Roza
Nofitra Sari
5.
Urpa
Muria
Kelas : 6E
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
ISLAM RIAU
PEKANBARU
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang
telah memberikan rahmat-Nya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah “Kalimat Imperatif Bahasa Minangkabau”.
Makalah ini penulis susun untuk memenuhi
sebagian tugas dari mata kuliah Sintaksis
Lanjut.
Adapun
saat penyusunan tugas makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai
hasil yang baik dan tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan teman serta
dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi teratasi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak luput dari kekurangan karena
keterbatasan penulis. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi menyempurnakan makalah ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua
terutama bagi para pembaca.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri dan tentunya kepada para pembaca. Mohon maaf jika terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
ataupun dalam segi kelengkapan dalam makalah ini.
Pekanbaru,
12 May 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Makalah............................................................................................................ 2
BAB 2 PEMBAHASAN................................................................................................... 3
2.1 Teori Imperatif.............................................................................................................. 3
2.1.1
Strukturalisme......................................................................................................... 3
2.1.2
Pragmatisme........................................................................................................... 5
2.2 Struktur
Fungsional dan
Konstituen Pengisi Fungsi Kalimat Imperatif BMP............. 5
2.2.1
Struktur Fungsional
beserta konstituen Pengisi Fungsi P....................................... 6
2.2.1.1 Kalimat
Imperatif berstruktur P ............................................................................ 6
2.2.1.2 Kalimat
Imperatif Berstruktur P-S ........................................................................ 8
2.2.1.3 Kalimat
Imperatif yang Berstruktur P-O ............................................................... 9
2.2.1.4 Kalimat
Imperatif P-K dan Variasinya K-P ......................................................... 10
2.2.1.5 Kalimat
Imperatif Berstruktur P-O-Pel ............................................................... 10
2.2.1.6 Kalimat
Imperatif Berstruktur
P-O-K................................................................... 10
2.2.1.7 Kalimat
Imperatif Berstruktur P-S-K.................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... iii
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bahasa daerah sebagai
unsur pendukung kebudayaan dan bahasa nasional perlu dipelihara, dibina dan
dikembangkan. Bagi kalangan akademik, khususnya yang menekuni linguistik,
hakikat dari pemeliharaan, pembinaan, dan pengembangan bahasa, khususnya bahasa
daerah harus diupayakan secara terus menerus dengan meneliti berbagai aspek
kebahasaannya.
Bahasa Minangkabau
termasuk termasuk salah satu bahasa bahasa daerah yang terpenting di kawasan
Nusantara. Pentingnya bahasa Minangkabau tidak hanya terlihat dari fungsinya
sebagai alat komunikasi, tetapi dapat dilihat dari aspek-aspek lain, yaitu
berdasarkan jumlah penuturnya, luas daerah penyebarannya dan peranannya dalam
sarana ilmu, sastra dan pendahuluan.
Penggunaan bahasa
Minangkabau oleh masyarakat Minangkabau sebagai alat komunikasi berjumlah ±8,2
juta jiwa (sensus 1990). Jumlah ini meliputi penutut bahasa Minangkabau yang
ada di Minangkabau dan di perantauan. Keraf dalam Noviatri (2011:1) mengatakan
bahwa bahasa Minangkabau termasuk salah satu rumpun bahasa Melayu Polinesia
(rumpun Austronesia). Dengan demikian
tidak menutup kemungkinan bahwa bahasa Minangkabau, termasuk bahasa
Minangkabau, termasuk bahasa Minangkabau yang dituturkan di daerah Pariaman
yang disingkat dengan b.M.P, mempunyai kemiripan-kemiripan dengan bahasa
Indonesia, baik dari segi struktur lingualnya, maupun dari sistem lingualnya.
Pariaman merupakan
salah satu nama daerah di Sumatera Barat yang menjadi ibukota Kabupaten Padang
Pariaman. Secara geografis Pariaman terletak lebih kurang 60km dari kota
Padang. Di pilihnya bahasa b.M.P sebagai objek kajian dan dijadikan kalimat
imperatif karena didasarkan pada dua hal. Pertama,
berdasarkan kajian pustaka bahwa kalimat imperatif sebagai salah satu jenis
atau golongan kalimat b.M.P belum pernah mendapat perhatian khusus dari para
penulis b.M.P. Kedua, adanya semacam
kekhususan yang ditemui dalam kalimat imperatif b.M.P., terutama bentuk-bentuk
pemarkahnya dan kehadiran kategori fatis.
Dalam b.M.P untuk
menyatakan makna perintah tidak selamanya diungkap dengan memanfaatkan modus
kalimat yang berstruktur imperatif, tapi juga dapat diutarakan dengan modus
kalimat deklaratif dan interogatif, tetapi berfungsi untuk menyatakan perintah.
Pengungkapan makna perintah secara langsung diutarakan dengan menggunakan modus
kalimat imperatif, sedangkan pengungkapan makna perintah secara tidak langsung
dapat diutarakan melalui modus kalimat deklaratif dan interogatif, akan tetapi
berfungsi menyatakan perintah.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah pada penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Apakah
teori yang digunakan dalam imperatif bahasa Minangkabau?
2. Bagaimanakah
struktur fungsional dan konstituen pengisi fungsi kalimat imperatif b.M.P?
1.3
Tujuan Makalah
Dari rumusan masalah yang diperoleh, maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk
mengetahui teori yang digunakan dalam imperatif bahasa Minangkabau.
2. Untuk
mengetahui struktur fungsional dan konstituen pengisi fungsi kalimat imperatif
b.M.P
BAB
2 PEMBAHASAN
2.1 TEORI IMPERATIF
Ayub et al. dalam
Noviatri (2011) membahas cara pembentukan kalimat berita menjadi kalimat
imperatif. Dalam proses pembentukan tersebut dijelaskan ada empat cara yang
dilakukan untuk membentuk kalimat berita menjadi kalimat imperatif, yaitu (1)
pengubahan lagu intonasinya, (2) penambahan partikel {lah-}, (3) penghilangan prefiks {meN-}, penambahan sufiks {-an},
dan (4) penambahan kata-kata perintah.
Selain dalam b.M.P,
kajian sehubungan dengan kalimat imperatif juga dilakukan dalam bahasa Jawa dan
bahasa Indonesia. Dalam upaya pemerian kalimat imperatif b.M.P, penulisan ini
berpegang pada dua kajian, yaitu struktural dan pragmatik. Struktural dalam Kridalaksana
(2008:228) merupakan hal yang bersangkutan atau mempunya struktur;
mempergunakan teori atau pendekatan, atau dipandang dari sudut
strukturalisme. Dalam kajian
pragmatik makna ‘perintah’ cenderung
diutamakan dengan satu modus kalimat, yaitu dengan modus kalimat imperatif.
Modus kalimat
pengungkap makna perintah dapat diutarakan dengan tiga modus kalimat, yaitu
dengan modus kalimat imperatif, deklaratif, dan interogatif.
2.1.1
Strukturalisme
Prinsip-prinsip
linguistik struktural pada awal kelahirannya tertutama bersumber pada pandangan
–pandangan de Sausure dalam buku Cours de
Linguitique Generale (1916), pandangannya dalam hal ini adalah tentang
rumusan bahasa sebagai sistem tanda. Leech dalam Noviatri (2011:10) menyebutkan
bahwa istilah imperatif lazim digunakan secara khas (typical) untuk kategori sintaksis yang harus dibedakan dengan
kategori semantik dan kategori-kategori tindak ujar yang dikenal sebagai
perintah.
Dari
pandangan Leech tersebut, Hartmann dan Stork dalam Noviatri (2011:11) dalam konsepnya
mengenai kalimat imperatif, secara eksplisit juga membedakan antara istilah
imperatif dengan istilah perintah. Keraf dalam Noviatri (2011:11) mengatakan
bahwa kalimat imperatif adalah kalimat yang mengandung perintah atau permintaan
agar orang lain melakukan suatu hal yang diinginkan oleh orang yang memerintah.
Keraf membagi 3 ciri kalimat imperatif, yaitu:
a.
Menggunakan intonasi keras, terutama
perintah biasa dan larangan;
b.
Kata kerja yang mengandung isi perintah
itu biasanya kata dasar;
c.
Mempergunakan pertikel penegas –lah.
Keraf
membedakan kalimat perintah atas 5 bagian, yaitu:
a. Perintah
biasa;
b. Permintaan;
c. Perintah
mengizinkan;
d. Perintah
ajakan;
e. Perintah
bersyarat.
Berdasarkan
sejumlah batasan kalimat imperatif, dari beberapa ahli dapat dibuat suatu rumusantentang
kalimat imperatif, yaitu: kalimat imperatif adalah kalimat yang dimarkahi oleh
pemarkah-pemarkah tertentu yang ditunjukkan oleh penutur kepada mitra tutur,
baik secara tertulis ataupun secara lisan yang menuntut adanya tindakan dari
mitra tutur sesuai dengan tuntutan pelaku predikat kalimat bersangkutan.
Tindakan itu antara lain bisa berupa perintah atau larangan.
Kalimat
imperatif adalah kalimat yang mengandung perintah atau permintaan agar orang
lain melakukan sesuatu hal yang diinginkan oleh orang yang memerintah. Kalimat
yang mengandung perintah itu meliputi suruhan yang keras hingga kepermintaan
yang halus. Lebih jauh lagi, Lapoliwa dalam Noviatri (2011:14) mengatakan bahwa
kalimat imperatif mengandung tuntutan kepada mitra wicara untuk memberikan
reaksi nonverbal terhadap isi kalimat yang didengar atau dibacanya.
Kalimat
imperatif yang menyatakan perintah mempunyai kadar tuntutan yang lebih tinggi,
sedangkan kalimat imperatif yang menyatakan permohonan mempunyai kadar tuntutan
yang lebih berat. Tinggi rendahnya kadar tuntutan pada kalimat imperatif
tersebut banyak ditentukan oleh kewenangan (otoritas) serta keterlibatan
penutur dan mitra tutur. Permasalahan keimperatifan kalimat b.M.P dimarkahi
dengan adanya pemarkah-pemarkah, yaitu pemarkah berkategori intonasi,
gramatikal, dan leksikal.
2.1.2
Pragmatisme
Kaswanti
dalam Noviatri (2011:17) mengatakan bahwa memperlakukan bahasa dengan
mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi,
siapa yang mengatakannya, pada siapa, dan dalam konteks yang bagaimana. Dengan
demikian dalam telaah pragmatik konteks merupakan kiblat untuk mengacu
penggunaan bahasa agar sesuai dengan maksud pengungkapannya. Jadi telaah
pragmatik adalah telaah tentang hubungan antara bahasa dengan konteks
pemakainya.
Telah
pragmatik dalam kalimat imperatif b.M.P digunakan untuk mengungkap modus
pengungkapan kalimat bermakna perintah. Adapun modus pengungkapan yang dimaksud
adalah bahwa pengungkapan kalimat yang menyatakan perintah tidak selamanya
diutarakan dengan satu modus kalimat lain yang berfungsi menyatakan perintah,
yaitu dengan kalimat bermodus deklaratif dan interogatif.
2.2 STRUKTUR FUNGSIONAL DAN
KONSTITUEN PENGISI FUNGSI KALIMAT IMPERATIF BMP
Pada
bagian ini kalimat imperatif b.M.P dijelaskan berdasarkan struktur fungsional
dan konstituen pengisi fungsi predikat (P)-nya yang disingkat dengan P saja.
Ramlan (2005:80) mengatakan yang disebut dengan unsur-unsur fungsional itu
adalah S, P, O, PEL, dan KET. Kelima unsur tersebut memang tidak selalu hadir
dalam satu klausa. Kadang satu klausa hanya terdiri atas S dan P, kadang
terdiri dari S, P, O, kadang terdiri
atas S, P, dan PEL, kadang terdiri atas S, P dan KET., kadang terdiri dari S,
P, O dan KET, kadang terdiri dari S, P, PEL dan KET.
Cook
dalam Noviatri (2011:22) menyebutkan bahwa struktur klausa pada dasarnya mencakup
S, P, O, Pel dan K. Di antara kelima unsur tersebut unsur P merupakan unsur
wajib, sedangkan unsur lainnya bersifat opsional. Unsur S, P, O, Pel dan K
masing-masingnya merupakan unsur fungsional dalam suatu konstruksi.
Masing-masing unsur fungsional tersebut diisi oleh kelas pengisi. Korelasi
antara unsur fungsional dengan kelas pengisi merupakan korelasi fungsi dan
bentuk. Fungsi dan bentuk keduanya disebut dalam suatu notasi S:N maksudnya
adalah, subjek diisi oleh nomina atau frase nomina.
2.2.1 Struktur Fungsional beserta
konstituen Pengisi Fungsi P
Kalimat
imperatif yang lazim digunakan oleh penutur b.M.P adalah kalimat yang memiliki
struktur fungsional yang berstruktur (1) P, (2) P-S, (3) P-O, (4) P-K, (5)
P-O-Pel, (6) P-O-K, (7) P-S-K
2.2.1.1 Kalimat Imperatif
berstruktur P
Kalimat
berstruktur P menempati jumlah yang cukup banyak digunakan oleh penutur b.M.P,
namun lebih banyak digunakan konstruksi kalimat berstruktur P-S. Untuk kalimat
imperatif yang berstruktur P, konstituen pengisi fungsi P-nya hanya diisi oleh
satu konstituen inti.
2.2.1.1.1
Konstituen
Pengisi Fungsi P
Konstituen
pengisi fungsi P sebuah kalimat imperatif b.M.P bisa berupa verba, ajektiva dan
frasa depan (FD).
a.
Konstituen
Pengisi Fungsi Berkategori Verba
Dalam
b.M.P ditemui beberapa afiks pembentukan kata polimorfemik yang berfungsi sebagai
pengisi fungsi P kalimat imperatif. Contoh :
(1)
Laloak !. (4) Lapeahan!.
lelap
! lepaskan!
‘Tidur!.’ ‘ Lepaskan!.’
(2)
Dudua?!. (5)
Gadoan!.
duduk! lemparkan!.
‘Duduk!.’ ‘Lemparkan!.’
(3)
Pai !. (6)
Kaluaan!.
pergi! Keluarkan!
‘Pergi!.’ ‘Keluarkan!’
Kalimat
(1) hingga (3) diatas merupakan kalimat
imperatif berstruktur P. Selain dimarkahi oleh intonasi imperatif, konstituen
pengisi P-nya diisi oleh kata berkategori verba monomorfemik laloak ‘tidur’, dudua? ‘duduk’, dan pai ‘pergi’
; dan verba polimorfemik untuk kalimat (4) hingga (6) , yaitu verba
polimorfemik lapeahan ‘lepaskan’, gadoan ‘lemparkan’, dan kaluaan ‘keluarkan’.
b.
Konstituen
Pengisi Fungsi P berupa Adjektiva
Adjektiva
sebagai pengisi fungsi P pada kalimat imperatif berstruktur P frekuensi
penggunaannya jauh lebih sedikit dibanding kalimat imperatif berstruktur P yang
diisi oleh konstituen berkategori verba. Contoh :
(7)
Anoa? (lah) !. (8)
Lambea?-Lambea? (lah) !.
diam PART Lambat-lambat (PART)!.
‘Diam!.’ ‘Pelan-pelan (lah)’
Kalimat
(7) merupakan kalimat imperatif berstruktur P. Selain dimarkahi oleh intonasi
imperatif, konstituen pengisi fungsi P masing-masing kalimat diisi oleh kata
berkategori adjektiva bentuk asal, yaitu adjektiva anoa? ‘diam’ dan adjektiva bentuk ulang, yaitu lambea?-lambea? ‘pelan-pelan’ seperti pada contoh (8). Adapun
kehadiran partikel {-lah} pada kalimat diatas berfungsi untuk menghaluskan atau
menegaskan perintah.
c.
Konstituen
Pengisi Fungsi P Berupa Frase Depan
Frase
depan ialah frase yang diawali oleh kata depan sebagai penanda, diikuti oleh
kata/frase golongan N, V, Bil. Atau Ket sebagai petanda atau aksisnya (Ramlan
dalam Noviatri, 2011:32). Contoh :
(9)
Ka sinanlah!.
Ke sana (PART) !.
‘Ke sanalah!’.
Kalimat diatas merupakan kalimat
imperatif berstruktur P. Selain dimarkahi oleh intonasi imperatif, konstituen
berkategori FD, yaitu FD ka sinan ‘ke sana’. FD itu terdiri atas kata depan ka ‘ke’ sebagai penanda dan Ket sinan ‘sana’ sebagai petanda atau
aksisnya. Adapun kehadiran partikel {-lah} berfungsi untuk menghaluskan atau
menegaskan perintah.
2.2.1.2
Kalimat
Imperatif Berstruktur P-S
Kalimat
imperatif berstruktur P-S banyak sekali di jumpai penggunaannya dalam b.M.P.
kalimat ini memiliki dua konstituen inti, yaitu konstituen inti yang satu
merupakan unsur P dan yang lainnya berupa unsur S. Pada unsur S biasanya kata
penunjuk takrif itu senantiasa ditambahkan. Mengenai konstituen pengisi fungsi
P tidak dijumpai adanya perbedaan dengan konstituen pengisi fungsi P kalimat
imperatif berstruktur P.
2.2.1.2.1
Konstituen
Pengisi Fungsi P
Kalimat
imperatif berstruktur P-S konstituen pengisi fungsi P-nya dapat pula diisi oleh
konstituen berkategori verba, adjektiva, dan frasa depan.
a.
Konstituen
Pengisi Fungsi P berupa Verba
Kalimat
imperatif berstruktur P-S konstituen pengisi fungsi P-nya dapat dibagi menjadi
3 macam yaitu verba monomorfemik dan polimorfemik, verba transitif, verba aktif
dan verba pasif. Sudaryanto dalam Noviatri (2011:37) dalam disertasinya
menyebutkan bahwa kalimat imperatif berstruktur P-S dipandang sebagai
konstruksi yang bersifat peran, artinya
pengisi semantik terhadap fungsi yang dapat dipandang sebagai konstruksi
penguasa-pembatas, yakni konstruksi imperatif bersifat pasif. Dengan demikian
penguasa berada pada fungsi P, dan pembatasnya dalam fungsi S.
Contoh
:
(10)
Bagoleak? Lah ama? !.
bergolek PART ibu!
‘Berbaringlah ibu!.’
Kalimat di atas merupakan kalimat
imperatif berstruktur P-S. Selain dimarkahi oleh intonasi imperatif, konstituen
pengisi fungsi P-nya diisi oleh verba intransitif.
b.
Konstituen
Pengisi Fungsi P Berupa Adjektiva
Adjektiva
sebagai pengisi fungsi P kalimat imperatif berstruktur P-S lebih sedikit
jumlahnya dibandingkan dengan verba.
Contoh
: (11) Capea?lah Jang !.
Cepat PART NAMA!.
‘Cepatlah Bujang!’
Kalimat
diatas merupakan kalimat imperatif berstruktur P-S. Selain dimarkahi oleh
intonasi imperatif, konstituen pengisi fungsi masing-masing kalimat itu diisi
oleh konstituen berkategori adjektiva, yaitu kata capea? ‘cepat’ sedangkan konstituen berupa Jang ‘Bujang’ masing-masingnya merupakan S kalimat-kalimat itu.
c.
Konstituen
Pengisi Fungsi P berupa Frase Depan
Konstituen
pengisi fungsi P yang berupa frase depan pada kalimat imperatif berstruktur P-S
juga memiliki peluangyang terbatas dibandingkan dengan verba.
Contoh: (12) Ka rumah lah Pak!.
ke rumah PART pak !.
‘Ke rumahlah Pak!.
Kalimat
di atas merupakan kalimat imperatif berstruktur P-S. Selain dimarkahi oleh
intonasi imperatif, konstituen berupa FD, yaitu FD ka rumah ‘ke rumah’ terdiri dari data depan ka ‘ke’ sebagai petanda dan nomina rumah ‘rumah’ sebagai aksisnya, sedangkan konstituen berupa Pa? ‘Bapak’ merupakan S dari kalimat
itu.
2.2.1.3
Kalimat
Imperatif yang Berstruktur P-O
Suatu
kenyataan yang dapat dipastikan bahwa kalimat imperatif berstruktur P-O,
konstituen pengisi P-nya berupa verba transsitif, karena watak verba transitif
menuntut kehadiran O sebagai pendamping verba yang secara tegar berposisi
mengikuti verba atau selalu terletak dibelakang verba transitif.
Contoh
: (13) Balilah samba nan lama?!.
beli PART sambal yang
enak!
“Belilah sambal yang
enak!.’
Kalimat
di atas merupakan kalimat imperatif berstruktur P-O. Selain dimarkahi oleh
intonasi imperatif konstituen pengisi fungsi P masing-masing kalimat diisi oleh
verba transitif yang tidak berawalan (maN-), yaitu verba bali ‘beli’. Sedangkan fungsi O diisi oleh FN yaitu samba nan lama? ‘sambal yang enak’.
Masing-masing konstituen pengisi fungsi O ini tidak dapat dipindahkan pada
posisi awal kalimat atau pada posisi mendahului verba.
2.2.1.4
Kalimat
Imperatif P-K dan Variasinya K-P
Kalimat
imeratif berstruktur P-K atau variasinya sebagian besar konstituen pengisi
P-nya diisi oleh verba intransitif. Partikel (-lah) dapat ditambahkan pada
konstituen pengisi fungsi P atau K untuk memperhalus atau mempertegas
kadar suruhan yang terkandung dalam
kalimat bersangkutan. Tegas atau rendahnya kadar suruhan tersebut sangat
ditentukan oleh cara penutur oleh cara penutur menyampaikan tuturannya terhadap
mitra tutur.
2.2.1.5
Kalimat
Imperatif Berstruktur P-O-Pel
Kalimat
imperatif berstruktur P-O-Pel merupakan perluasan dari kalimat imperatif
berstruktur P-O. Oleh sebab itu, konstituen pengisi P-nya sama dengan kalimat
imperatif berstruktur P-O, yaitu verba transitif yang biasanya sering dimarkahi
oleh afiks tertentu, yaitu afiks (-an), dan (-i).
2.2.1.6
Kalimat
Imperatif Berstruktur P-O-K
Kalimat
imperatif berstruktur P-O-K juga merupakan perluasan dari kalimat berstruktur
P-O. Oleh karena itu, konstituen pengisi fungsi P-nya sama dengan konstituen
pengisi kalimat imperatif berstruktur P-O, yaitu konstituen berkategori
transitif, karena verbanya menuntut hadirnya konstituen berkategori nomina atau
frasa sebagai pengisi O.
2.2.1.7
Kalimat
Imperatif Berstruktur P-S-K
Kalimat
imperatif berstruktur P-S-K merupakan perluasan dari kalimat imperatif
berstruktur P-S. Karena itu, konstituen pengisi fungsi P-nya sama dengan
konstituen pengisi fungsi P kalimat imperatif berstruktur P-S tersebut, yaitu
sebagian besar berupa verba monomorfemik yang berupa bentuk dasar dan bentuk
asal. Partikel (-lah) dapat ditambah untuk memperhalus perintah atau
mempertegas perintah.
DAFTAR PUSTAKA
Kridalaksana,
2008, Kamus Linguistik, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Noviatri,
2011, Kalimat Imperatif Bahasa
Minangkabau, Padang: Minangkabau Press
Ramlan,
2005, Sintaksis, Yogyakarta: Karyono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarnya di Butuhkan Gan