Senin, 12 Mei 2014

Tugas Sintaksis Lanjut : Imperatif Bahasa Minangkabau



TUGAS MATA KULIAH  SINTAKSIS LANJUT
Imperatif Bahasa Minangkabau
Dosen Pembimbing : Ermawati S., M.Pd.


Disusun Oleh Kelompok 6 :
1.      Deni Afrial
2.      Mutia Merianti
3.      Rahayu Setia Ningsih
4.      Roza Nofitra Sari
5.      Urpa Muria

Kelas   : 6E


PRODI  PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2013



KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt.  yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah “Kalimat Imperatif Bahasa Minangkabau”. Makalah ini penulis susun untuk memenuhi sebagian tugas dari mata kuliah Sintaksis Lanjut.
            Adapun saat  penyusunan tugas makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang baik dan tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan teman serta  dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah  ini tidak luput dari kekurangan karena keterbatasan penulis. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi menyempurnakan makalah  ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi para pembaca.
 Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan tentunya kepada para pembaca. Mohon maaf  jika terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ataupun dalam segi kelengkapan dalam makalah ini.



Pekanbaru, 12 May 2014


Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1  Latar Belakang............................................................................................................. 1
1.2  Rumusan Masalah......................................................................................................... 2
1.3  Tujuan Makalah............................................................................................................ 2
BAB 2 PEMBAHASAN................................................................................................... 3
2.1  Teori Imperatif.............................................................................................................. 3
2.1.1        Strukturalisme......................................................................................................... 3
2.1.2        Pragmatisme........................................................................................................... 5
2.2  Struktur Fungsional dan Konstituen Pengisi Fungsi Kalimat Imperatif BMP............. 5
2.2.1        Struktur Fungsional beserta konstituen Pengisi Fungsi P....................................... 6
2.2.1.1  Kalimat Imperatif berstruktur P ............................................................................ 6
2.2.1.2  Kalimat Imperatif Berstruktur P-S ........................................................................ 8
2.2.1.3  Kalimat Imperatif yang Berstruktur P-O ............................................................... 9
2.2.1.4  Kalimat Imperatif P-K dan Variasinya K-P ......................................................... 10
2.2.1.5  Kalimat Imperatif Berstruktur P-O-Pel  ............................................................... 10
2.2.1.6  Kalimat Imperatif Berstruktur P-O-K................................................................... 10
2.2.1.7  Kalimat Imperatif Berstruktur P-S-K.................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... iii


BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa daerah sebagai unsur pendukung kebudayaan dan bahasa nasional perlu dipelihara, dibina dan dikembangkan. Bagi kalangan akademik, khususnya yang menekuni linguistik, hakikat dari pemeliharaan, pembinaan, dan pengembangan bahasa, khususnya bahasa daerah harus diupayakan secara terus menerus dengan meneliti berbagai aspek kebahasaannya.
Bahasa Minangkabau termasuk termasuk salah satu bahasa bahasa daerah yang terpenting di kawasan Nusantara. Pentingnya bahasa Minangkabau tidak hanya terlihat dari fungsinya sebagai alat komunikasi, tetapi dapat dilihat dari aspek-aspek lain, yaitu berdasarkan jumlah penuturnya, luas daerah penyebarannya dan peranannya dalam sarana ilmu, sastra dan pendahuluan.
Penggunaan bahasa Minangkabau oleh masyarakat Minangkabau sebagai alat komunikasi berjumlah ±8,2 juta jiwa (sensus 1990). Jumlah ini meliputi penutut bahasa Minangkabau yang ada di Minangkabau dan di perantauan. Keraf dalam Noviatri (2011:1) mengatakan bahwa bahasa Minangkabau termasuk salah satu rumpun bahasa Melayu Polinesia (rumpun Austronesia).  Dengan demikian tidak menutup kemungkinan bahwa bahasa Minangkabau, termasuk bahasa Minangkabau, termasuk bahasa Minangkabau yang dituturkan di daerah Pariaman yang disingkat dengan b.M.P, mempunyai kemiripan-kemiripan dengan bahasa Indonesia, baik dari segi struktur lingualnya, maupun dari sistem lingualnya.
Pariaman merupakan salah satu nama daerah di Sumatera Barat yang menjadi ibukota Kabupaten Padang Pariaman. Secara geografis Pariaman terletak lebih kurang 60km dari kota Padang. Di pilihnya bahasa b.M.P sebagai objek kajian dan dijadikan kalimat imperatif karena didasarkan pada dua hal. Pertama, berdasarkan kajian pustaka bahwa kalimat imperatif sebagai salah satu jenis atau golongan kalimat b.M.P belum pernah mendapat perhatian khusus dari para penulis b.M.P. Kedua, adanya semacam kekhususan yang ditemui dalam kalimat imperatif b.M.P., terutama bentuk-bentuk pemarkahnya dan kehadiran kategori fatis.
Dalam b.M.P untuk menyatakan makna perintah tidak selamanya diungkap dengan memanfaatkan modus kalimat yang berstruktur imperatif, tapi juga dapat diutarakan dengan modus kalimat deklaratif dan interogatif, tetapi berfungsi untuk menyatakan perintah. Pengungkapan makna perintah secara langsung diutarakan dengan menggunakan modus kalimat imperatif, sedangkan pengungkapan makna perintah secara tidak langsung dapat diutarakan melalui modus kalimat deklaratif dan interogatif, akan tetapi berfungsi menyatakan perintah.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apakah teori yang digunakan dalam imperatif bahasa Minangkabau?
2.      Bagaimanakah struktur fungsional dan konstituen pengisi fungsi kalimat imperatif b.M.P?
1.3 Tujuan Makalah
            Dari rumusan masalah yang diperoleh, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui teori yang digunakan dalam imperatif bahasa Minangkabau.
2.      Untuk mengetahui struktur fungsional dan konstituen pengisi fungsi kalimat imperatif b.M.P
           


BAB 2 PEMBAHASAN
2.1  TEORI IMPERATIF
Ayub et al. dalam Noviatri (2011) membahas cara pembentukan kalimat berita menjadi kalimat imperatif. Dalam proses pembentukan tersebut dijelaskan ada empat cara yang dilakukan untuk membentuk kalimat berita menjadi kalimat imperatif, yaitu (1) pengubahan lagu intonasinya, (2) penambahan partikel {lah-}, (3) penghilangan prefiks {meN-}, penambahan sufiks {-an}, dan (4) penambahan kata-kata perintah.
Selain dalam b.M.P, kajian sehubungan dengan kalimat imperatif juga dilakukan dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Dalam upaya pemerian kalimat imperatif b.M.P, penulisan ini berpegang pada dua kajian, yaitu struktural dan pragmatik. Struktural dalam Kridalaksana (2008:228) merupakan hal yang bersangkutan atau mempunya struktur; mempergunakan teori atau pendekatan, atau dipandang dari sudut strukturalisme.  Dalam kajian pragmatik  makna ‘perintah’ cenderung diutamakan dengan satu modus kalimat, yaitu dengan modus kalimat imperatif.
Modus kalimat pengungkap makna perintah dapat diutarakan dengan tiga modus kalimat, yaitu dengan modus kalimat imperatif, deklaratif, dan interogatif.
2.1.1        Strukturalisme

Prinsip-prinsip linguistik struktural pada awal kelahirannya tertutama bersumber pada pandangan –pandangan de Sausure dalam buku Cours de Linguitique Generale (1916), pandangannya dalam hal ini adalah tentang rumusan bahasa sebagai sistem tanda. Leech dalam Noviatri (2011:10) menyebutkan bahwa istilah imperatif lazim digunakan secara khas (typical) untuk kategori sintaksis yang harus dibedakan dengan kategori semantik dan kategori-kategori tindak ujar yang dikenal sebagai perintah.
Dari pandangan Leech tersebut, Hartmann dan Stork dalam Noviatri (2011:11) dalam konsepnya mengenai kalimat imperatif, secara eksplisit juga membedakan antara istilah imperatif dengan istilah perintah. Keraf dalam Noviatri (2011:11) mengatakan bahwa kalimat imperatif adalah kalimat yang mengandung perintah atau permintaan agar orang lain melakukan suatu hal yang diinginkan oleh orang yang memerintah. Keraf membagi 3 ciri kalimat imperatif, yaitu:
a.       Menggunakan intonasi keras, terutama perintah biasa dan larangan;
b.      Kata kerja yang mengandung isi perintah itu biasanya kata dasar;
c.       Mempergunakan pertikel penegas –lah.
Keraf membedakan kalimat perintah atas 5 bagian, yaitu:
a.       Perintah biasa;
b.      Permintaan;
c.       Perintah mengizinkan;
d.      Perintah ajakan;
e.       Perintah bersyarat.

Berdasarkan sejumlah batasan kalimat imperatif, dari beberapa ahli dapat dibuat suatu rumusantentang kalimat imperatif, yaitu: kalimat imperatif adalah kalimat yang dimarkahi oleh pemarkah-pemarkah tertentu yang ditunjukkan oleh penutur kepada mitra tutur, baik secara tertulis ataupun secara lisan yang menuntut adanya tindakan dari mitra tutur sesuai dengan tuntutan pelaku predikat kalimat bersangkutan. Tindakan itu antara lain bisa berupa perintah atau larangan.
Kalimat imperatif adalah kalimat yang mengandung perintah atau permintaan agar orang lain melakukan sesuatu hal yang diinginkan oleh orang yang memerintah. Kalimat yang mengandung perintah itu meliputi suruhan yang keras hingga kepermintaan yang halus. Lebih jauh lagi, Lapoliwa dalam Noviatri (2011:14) mengatakan bahwa kalimat imperatif mengandung tuntutan kepada mitra wicara untuk memberikan reaksi nonverbal terhadap isi kalimat yang didengar atau dibacanya.
Kalimat imperatif yang menyatakan perintah mempunyai kadar tuntutan yang lebih tinggi, sedangkan kalimat imperatif yang menyatakan permohonan mempunyai kadar tuntutan yang lebih berat. Tinggi rendahnya kadar tuntutan pada kalimat imperatif tersebut banyak ditentukan oleh kewenangan (otoritas) serta keterlibatan penutur dan mitra tutur. Permasalahan keimperatifan kalimat b.M.P dimarkahi dengan adanya pemarkah-pemarkah, yaitu pemarkah berkategori intonasi, gramatikal, dan leksikal.


2.1.2        Pragmatisme
Kaswanti dalam Noviatri (2011:17) mengatakan bahwa memperlakukan bahasa dengan mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi, siapa yang mengatakannya, pada siapa, dan dalam konteks yang bagaimana. Dengan demikian dalam telaah pragmatik konteks merupakan kiblat untuk mengacu penggunaan bahasa agar sesuai dengan maksud pengungkapannya. Jadi telaah pragmatik adalah telaah tentang hubungan antara bahasa dengan konteks pemakainya.
Telah pragmatik dalam kalimat imperatif b.M.P digunakan untuk mengungkap modus pengungkapan kalimat bermakna perintah. Adapun modus pengungkapan yang dimaksud adalah bahwa pengungkapan kalimat yang menyatakan perintah tidak selamanya diutarakan dengan satu modus kalimat lain yang berfungsi menyatakan perintah, yaitu dengan kalimat bermodus deklaratif dan interogatif.

2.2 STRUKTUR FUNGSIONAL DAN KONSTITUEN PENGISI FUNGSI KALIMAT IMPERATIF BMP
Pada bagian ini kalimat imperatif b.M.P dijelaskan berdasarkan struktur fungsional dan konstituen pengisi fungsi predikat (P)-nya yang disingkat dengan P saja. Ramlan (2005:80) mengatakan yang disebut dengan unsur-unsur fungsional itu adalah S, P, O, PEL, dan KET. Kelima unsur tersebut memang tidak selalu hadir dalam satu klausa. Kadang satu klausa hanya terdiri atas S dan P, kadang terdiri dari  S, P, O, kadang terdiri atas S, P, dan PEL, kadang terdiri atas S, P dan KET., kadang terdiri dari S, P, O dan KET, kadang terdiri dari S, P, PEL dan KET.
Cook dalam Noviatri (2011:22) menyebutkan bahwa struktur klausa pada dasarnya mencakup S, P, O, Pel dan K. Di antara kelima unsur tersebut unsur P merupakan unsur wajib, sedangkan unsur lainnya bersifat opsional. Unsur S, P, O, Pel dan K masing-masingnya merupakan unsur fungsional dalam suatu konstruksi. Masing-masing unsur fungsional tersebut diisi oleh kelas pengisi. Korelasi antara unsur fungsional dengan kelas pengisi merupakan korelasi fungsi dan bentuk. Fungsi dan bentuk keduanya disebut dalam suatu notasi S:N maksudnya adalah, subjek diisi oleh nomina atau frase nomina.
2.2.1 Struktur Fungsional beserta konstituen Pengisi Fungsi P
Kalimat imperatif yang lazim digunakan oleh penutur b.M.P adalah kalimat yang memiliki struktur fungsional yang berstruktur (1) P, (2) P-S, (3) P-O, (4) P-K, (5) P-O-Pel, (6) P-O-K, (7) P-S-K
2.2.1.1 Kalimat Imperatif berstruktur P
Kalimat berstruktur P menempati jumlah yang cukup banyak digunakan oleh penutur b.M.P, namun lebih banyak digunakan konstruksi kalimat berstruktur P-S. Untuk kalimat imperatif yang berstruktur P, konstituen pengisi fungsi P-nya hanya diisi oleh satu konstituen inti.
2.2.1.1.1        Konstituen Pengisi Fungsi P
Konstituen pengisi fungsi P sebuah kalimat imperatif b.M.P bisa berupa verba, ajektiva dan frasa depan (FD).
a.      Konstituen Pengisi Fungsi Berkategori Verba
Dalam b.M.P ditemui beberapa afiks pembentukan kata polimorfemik yang berfungsi sebagai pengisi fungsi P kalimat imperatif. Contoh :
(1)   Laloak !.                                                    (4) Lapeahan!.
lelap !                                                              lepaskan!
‘Tidur!.’                                                          ‘ Lepaskan!.’

(2)   Dudua?!.                                                   (5) Gadoan!.
duduk!                                                             lemparkan!.
‘Duduk!.’                                                         ‘Lemparkan!.’

(3)   Pai !.                                                          (6) Kaluaan!.
pergi!                                                               Keluarkan!
‘Pergi!.’                                                           ‘Keluarkan!’
Kalimat (1)  hingga (3) diatas merupakan kalimat imperatif berstruktur P. Selain dimarkahi oleh intonasi imperatif, konstituen pengisi P-nya diisi oleh kata berkategori verba monomorfemik laloak ‘tidur’, dudua? ‘duduk’, dan pai ‘pergi’ ; dan verba polimorfemik untuk kalimat (4) hingga (6) , yaitu verba polimorfemik lapeahan ‘lepaskan’, gadoan ‘lemparkan’, dan kaluaan ‘keluarkan’.
b.      Konstituen Pengisi Fungsi P berupa Adjektiva
Adjektiva sebagai pengisi fungsi P pada kalimat imperatif berstruktur P frekuensi penggunaannya jauh lebih sedikit dibanding kalimat imperatif berstruktur P yang diisi oleh konstituen berkategori verba. Contoh :
(7) Anoa? (lah) !.                                             (8) Lambea?-Lambea? (lah) !.
     diam PART                                                      Lambat-lambat (PART)!.
     ‘Diam!.’                                                            ‘Pelan-pelan (lah)’
Kalimat (7) merupakan kalimat imperatif berstruktur P. Selain dimarkahi oleh intonasi imperatif, konstituen pengisi fungsi P masing-masing kalimat diisi oleh kata berkategori adjektiva bentuk asal, yaitu adjektiva anoa? ‘diam’ dan adjektiva bentuk ulang, yaitu lambea?-lambea? ‘pelan-pelan’ seperti pada contoh (8). Adapun kehadiran partikel {-lah} pada kalimat diatas berfungsi untuk menghaluskan atau menegaskan perintah.
c.       Konstituen Pengisi Fungsi P Berupa Frase Depan
Frase depan ialah frase yang diawali oleh kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata/frase golongan N, V, Bil. Atau Ket sebagai petanda atau aksisnya (Ramlan dalam Noviatri, 2011:32). Contoh :
(9) Ka sinanlah!.
      Ke sana (PART) !.
     ‘Ke sanalah!’.
            Kalimat diatas merupakan kalimat imperatif berstruktur P. Selain dimarkahi oleh intonasi imperatif, konstituen berkategori FD, yaitu FD ka sinan  ‘ke sana’. FD itu terdiri atas kata depan ka ‘ke’ sebagai penanda dan Ket sinan ‘sana’ sebagai petanda atau aksisnya. Adapun kehadiran partikel {-lah} berfungsi untuk menghaluskan atau menegaskan perintah.
2.2.1.2      Kalimat Imperatif Berstruktur P-S
Kalimat imperatif berstruktur P-S banyak sekali di jumpai penggunaannya dalam b.M.P. kalimat ini memiliki dua konstituen inti, yaitu konstituen inti yang satu merupakan unsur P dan yang lainnya berupa unsur S. Pada unsur S biasanya kata penunjuk takrif itu senantiasa ditambahkan. Mengenai konstituen pengisi fungsi P tidak dijumpai adanya perbedaan dengan konstituen pengisi fungsi P kalimat imperatif berstruktur P.
2.2.1.2.1        Konstituen Pengisi Fungsi P
Kalimat imperatif berstruktur P-S konstituen pengisi fungsi P-nya dapat pula diisi oleh konstituen berkategori verba, adjektiva, dan frasa depan.
a.      Konstituen Pengisi Fungsi P berupa Verba
Kalimat imperatif berstruktur P-S konstituen pengisi fungsi P-nya dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu verba monomorfemik dan polimorfemik, verba transitif, verba aktif dan verba pasif. Sudaryanto dalam Noviatri (2011:37) dalam disertasinya menyebutkan bahwa kalimat imperatif berstruktur P-S dipandang sebagai konstruksi  yang bersifat peran, artinya pengisi semantik terhadap fungsi yang dapat dipandang sebagai konstruksi penguasa-pembatas, yakni konstruksi imperatif bersifat pasif. Dengan demikian penguasa berada pada fungsi P, dan pembatasnya dalam fungsi S.
Contoh :
(10) Bagoleak? Lah ama? !.
        bergolek PART ibu!
        ‘Berbaringlah ibu!.’
            Kalimat di atas merupakan kalimat imperatif berstruktur P-S. Selain dimarkahi oleh intonasi imperatif, konstituen pengisi fungsi P-nya diisi oleh verba intransitif.
b.      Konstituen Pengisi Fungsi P Berupa Adjektiva
Adjektiva sebagai pengisi fungsi P kalimat imperatif berstruktur P-S lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan verba.
Contoh : (11) Capea?lah Jang !.
                        Cepat PART NAMA!.                       
‘Cepatlah Bujang!’
Kalimat diatas merupakan kalimat imperatif berstruktur P-S. Selain dimarkahi oleh intonasi imperatif, konstituen pengisi fungsi masing-masing kalimat itu diisi oleh konstituen berkategori adjektiva, yaitu kata capea? ‘cepat’ sedangkan konstituen berupa Jang ‘Bujang’ masing-masingnya merupakan S kalimat-kalimat itu.
c.       Konstituen Pengisi Fungsi P berupa Frase Depan
Konstituen pengisi fungsi P yang berupa frase depan pada kalimat imperatif berstruktur P-S juga memiliki peluangyang terbatas dibandingkan dengan verba.
 Contoh: (12) Ka rumah lah Pak!.
                        ke rumah PART pak !.
                        ‘Ke rumahlah Pak!.
Kalimat di atas merupakan kalimat imperatif berstruktur P-S. Selain dimarkahi oleh intonasi imperatif, konstituen berupa FD, yaitu FD ka rumah ‘ke rumah’ terdiri dari data depan ka ‘ke’ sebagai petanda dan nomina rumah ‘rumah’ sebagai aksisnya, sedangkan konstituen berupa Pa? ‘Bapak’ merupakan S dari kalimat itu.

2.2.1.3      Kalimat Imperatif yang Berstruktur P-O
Suatu kenyataan yang dapat dipastikan bahwa kalimat imperatif berstruktur P-O, konstituen pengisi P-nya berupa verba transsitif, karena watak verba transitif menuntut kehadiran O sebagai pendamping verba yang secara tegar berposisi mengikuti verba atau selalu terletak dibelakang verba transitif.
Contoh : (13) Balilah samba nan lama?!.
                        beli PART sambal yang enak!
                        “Belilah sambal yang enak!.’
Kalimat di atas merupakan kalimat imperatif berstruktur P-O. Selain dimarkahi oleh intonasi imperatif konstituen pengisi fungsi P masing-masing kalimat diisi oleh verba transitif yang tidak berawalan (maN-), yaitu verba bali ‘beli’. Sedangkan fungsi O diisi oleh FN yaitu samba nan lama? ‘sambal yang enak’. Masing-masing konstituen pengisi fungsi O ini tidak dapat dipindahkan pada posisi awal kalimat atau pada posisi mendahului verba.
2.2.1.4      Kalimat Imperatif P-K dan Variasinya K-P
Kalimat imeratif berstruktur P-K atau variasinya sebagian besar konstituen pengisi P-nya diisi oleh verba intransitif. Partikel (-lah) dapat ditambahkan pada konstituen pengisi fungsi P atau K untuk memperhalus atau mempertegas kadar  suruhan yang terkandung dalam kalimat bersangkutan. Tegas atau rendahnya kadar suruhan tersebut sangat ditentukan oleh cara penutur oleh cara penutur menyampaikan tuturannya terhadap mitra tutur.
2.2.1.5      Kalimat Imperatif Berstruktur P-O-Pel
Kalimat imperatif berstruktur P-O-Pel merupakan perluasan dari kalimat imperatif berstruktur P-O. Oleh sebab itu, konstituen pengisi P-nya sama dengan kalimat imperatif berstruktur P-O, yaitu verba transitif yang biasanya sering dimarkahi oleh afiks tertentu, yaitu afiks (-an), dan (-i).
2.2.1.6      Kalimat Imperatif Berstruktur P-O-K
Kalimat imperatif berstruktur P-O-K juga merupakan perluasan dari kalimat berstruktur P-O. Oleh karena itu, konstituen pengisi fungsi P-nya sama dengan konstituen pengisi kalimat imperatif berstruktur P-O, yaitu konstituen berkategori transitif, karena verbanya menuntut hadirnya konstituen berkategori nomina atau frasa sebagai pengisi O.
2.2.1.7      Kalimat Imperatif Berstruktur P-S-K
Kalimat imperatif berstruktur P-S-K merupakan perluasan dari kalimat imperatif berstruktur P-S. Karena itu, konstituen pengisi fungsi P-nya sama dengan konstituen pengisi fungsi P kalimat imperatif berstruktur P-S tersebut, yaitu sebagian besar berupa verba monomorfemik yang berupa bentuk dasar dan bentuk asal. Partikel (-lah) dapat ditambah untuk memperhalus perintah atau mempertegas perintah.

DAFTAR PUSTAKA

Kridalaksana, 2008, Kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Noviatri, 2011, Kalimat Imperatif Bahasa Minangkabau, Padang: Minangkabau Press
Ramlan, 2005, Sintaksis, Yogyakarta: Karyono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentarnya di Butuhkan Gan