BAB 2 PEMBAHASAN
BEBERAPA GEJALA PROBLEMATIK
PENYUSUNAN KALIMAT
A.
Tentang
Kata Problematik Bahasa
Ada pengguna bahasa yang dalam
berbahasa menggunakan kata mengorganisir
dan ada pula yang menggunakan mengorganisasikan.
Setiap pasangan bentukan kebahasaan di atas cukup produktif dalam
penggunaannya. Hal itu merupakan salah satu contoh sederhana problematik penggunaan bahasa. (Kata problematik dianggap kata benda, kata
sifatnya adalah problematis. Rujukannya
adalah kata sistematik yang tergolong
kata benda dan kata sifatnya adalah sistematis.)
Ada kelompok pengguna bahasa atau
kelompok ahli bahasa yang tidak menyatakan bentukan bahasa itu salah atau benar. Problematik penggunaan bahasa ialah persoalan alternatif
penggunaan bahasa yang berkembang. Alternatif yang satu adalah alternatif yang
kurang atau tidak sesuai dengan aturan, dan alternatif yang kedua adalah
alternatif yang sesuai dengan aturan yang berlaku. Problematik penggunaan
bahasa itu merupakan persoalan penggunaan bahasa yang tidak mudah untuk
diselesaikan dan terus berkembang.
Problematik penggunaan bahasa
Indonesia ini sulit untuk diselesaikan, malahan terus berkembang. Ada beberapa
faktor mengakibatkannya.
1.
Ada kecenderungan bahwa bahasa yang
menyimpang itu lebih populer dan lebih sederhana pengucapannya. Misalnya,
bentukan lebih fokus, akan melegalisir,
harus dilokalisir, sudah koordinasi, lebih sederhana daripada bentukan lebih terfokus,akan
melegalisasi, harus dilokalisasi, sudah berkoordinasi.
2.
Sudah menjadi rumusan pasti, bahwa
bahasa yang dimiliki dan digunakan oleh seseorang adalah habitatnya, adalah
kebiasaannya (Language is a habit, kata
penganut behaviorisme).
3.
Walaupun dalam berkomunikasi,
seseorang menggunakan bentukan bahasa yang problematis (baca menyimpang), mulai
dari bunyi, kata, frasa, sampai kalimat, baik dalam situasi formal maupun
informal, tak terjadi ketidakterpahaman tentang apa yang diungkapkannya.
4.
Sikap bahasa yang masih harus
dipupuk agar karakter cinta bahasa terus berkembang. Akhirnya, karakter cinta
bangsa dan cinta negeri akan menjadi lebih menyenangkan.
B.
Problematik
Penyusunan Kalimat
1.
Interferensi
Intrabahasa
Dalam
kamus Linguistik, Kridalaksana
mencatat bahwa interferensi ialah penggunaan unsur bahasa lain oleh seorang
multibahasawan secara individual. Interferensi bisa juga berupa penggunaan
unsur bahasa sendiri terhadap bahasa atau dialek lain yang dipelajari. Jadi,
interferensi itu terjadi antara dua bahasa atau antara bahasa dengan dialeknya.
Interferensi intrabahasa ialah penggunaan unsur atau
sistem lain terhadap unsur atau sistem yang lain dalam satu bahasa.
a)
Contoh
interferensi intrabahasa dalam bentukan kata
Gejala interferensi
intrabahasa dalam bentukan kata, selain dalam kata merubah, terjadi pula dalam bentukan kata dipungkiri, dipelajarkan, mengenyampingkan, mempertinggikan dan pengoptimalisasian. Seperti yang
terkandung dalam kalimat berikut.
1) Walau bagaimanan pun kesalahannya
itu tidak bisa dipungkiri.
2) Mereka tidak boleh mengenyampingkan
tugas utamanya dibidang kebersihan
3) Apakah kehidupan ber-Pancasila
dipelajarkan kepada mereka?
4) Bagaimana cara mereka
mempertinggikan gedung yang sudah cukup tinggi itu?
5) Harus diadakan program
pengoptimalisasian kerja staf kita.
Bentukan kata dipungkiri terinteferensi pola bentukan
bunyi /p/ berubah menjadi /m/ seperti dalam tata bentukan potong-memotong-dipotong
dan pikul-memikul-dipikul. Karena
ada bentukan kata memungkiri, sesuai dengan pola itu, maka ada pula bentukan
dipungkiri. Padahal tidak ada leksem pungkir dalam kamus, yang ada adalah
leksem mungkir. Dengan begitu,
bentukan dipungkiri itu merupakan
bentukan yang menyimpang. Harusnya kita menggunakan bentukan dimungkiri dengan leksem mungkir.
a.
Contoh
interferensi intrabahasa dalam bentukan frasa
Berikut contoh
interferensi intrabahasa dalambentukan frasa.
1) Dia tidak bergeming, tidak mau mengubah pendiriannya. Frasa
tidak
bergeming, berasal dari dua bentukan frasa yang betul, yakni:
·
Tidak
bergerak
·
Tetap
bergeming
2) Kemarin kita menyaksikan
pertandingan antara regu A melawan regu B. Frasa antara
regu A melawan regu B berasal dari bentukan frasa yang betul, yakni:
·
antara
regu A dan regu B
·
regu
A melawan regu B
C.
Contoh
interferensi intrabahasa dalam bentukan kalimat
-
Di
jalan penuh kendraan. (K+P+Pel). Kalimat ini berasal
dari dua kalimat yang betul, yakni kalimat :
Di
jalan banyak kendraan. (K+P+S)
Jalan
penuh kendaraan. (S+P+Pel)
-
Di
setiap kota kabupaten memiliki Kantor Cabang BNI ’46. (K+P+O). Kalimat
ini berasar dari dua kalimat yang betul, yakni kalimat:
Di setiap kota kabupaten
ada Kantor Cabang BNI ’46. (K+P+Pel)
Setiap
kota kabupaten memiliki Kantor Cabang BNI ’46. (S+P+O)
2.
Gejala
Pengaruh Kalimat Transitif
Secara umum kalimat transitif bisa diubah menjadi kalimat
pasif, seperti contoh berikut:
1a. Kemarin Anda mengemukakan hal itu.
1b.
Kemarin hal itu Anda kemukakan.
2a.
Matahari menyinari bumi terus menerus.
2b.
Bumi disinari matahari terus menerus.
Proses
alih bentuk kalimat aktif transitif menjadi kalimat pasif seperti contoh di
atas berpengaruh terhadap kalimat intrasitif yang berpelengkap kata kerja
transitif ntuk dialih bentuk menjadi “kalimat pasif”. Akibatnya “kalimat
pasif”, yang di hasilkan berbeda sekali isinya dengan kalimat asal, bahkan ada
yang bernalar salah.
Contoh
kalimat yang berpelengkap kata kerja transitif dimaksudkan:
1)
Anak-anak/ingin/ memebeli sepatu merek itu (S+P+Pel)
2) Mereka/mau/menghilangkan jejaknya. (S+P+Pel)
Kalimat
diatas bukan kalimat transitif. Perhatikan saja unsur predikat setiap kalimat
yang dicetak tebal itu. Namun, karena ada pengaruh dari kata kerja yang menjadi
pelengkap kalimat, kalimat intrasitif itu seperti kalimat transitif. Akibatnya
pengguna bahasa mengubah kata menjadi kata kerja pasif. Terjadilah kalimat
“pasif” yang memiliki kekeliruan besar seperti kalimat ubahan dibawah ini.
(1a)
Sepatu merek itu/ingin/dibeli/oleh
anak-anak. (S+P+Pel+K)
(2a)
Jejaknya/mau/dihilangkan/oleh mereka.
(S+P+Pel+K).
3.
Gejala
Penyederhanaan (Simplifikasi)
a.
Penyederhanaan
bentukan kata
Dalam berbahasa lisan,
terjadi penyederhanaan bentukan kata dengan contoh sbb:
(1)
Sudah
adaptasi
(2)
Harus
tetap semangat
(3)
Sudah
koordinasi
Bentukan adaptasi,semangat, koordinasi, seperti yang tertera dalam KBBI,
bukan kata kerja dan bukan kata keadaan, melainkan kata benda. Karena itu
pasangan frasa-frasa di atas, antara unsur atribut dan unsur intinya, bagaikan
minyak dengan air , tidak koheren alias tidak padu. Pasangan tersebut akan padu
jika kata benda yang dijadikan unsur inti frasa diubah menjadi kata kerja, atau
keadaan,seperti berikut.
(1a) Susah beradaptasi
(2a)
Harus tetap bersemangat
(3a)
Sudah berkoordinasi
b.
Penyederhanaan
preposisi
Problematik
penyederhanaan preposisi terjadi pada penggunaan preposisi yang idiomis, yaitu
preposisi berikut :
(1) Terdiri dari atau
terdiri atas
Dalam
penggunaannya kadang-kadang preposisi dari
dan atas itu dibuang.
Contoh : perguruan tinggi itu
terdiri enam fakultas
(2)
Sesuai
dengan
Dalam
penggunaannya, preposisi dengan seringkali dihilangkan,
Contoh : Tindakan itu sudah sesuai
ketentuan yang berlaku
(3)
Sehubungan
dengan
Dalam
penggunaannya, preposisi dengan acapkali
dihilangkan.
Contoh : Sehubungan akan
dilangsungkannya upacara tersebut, mak dengan ini kami umumkan hal-hal sebagai
berikut.
c.
Pelesapan
Konjungsi
Dalam surat-surat dinas atau
pengumuman, ada kecendrungan konjungsi yang menandai makna hubungan tertentu
(Baca: kalimat majemuk dan kalimat kompleks) juga dihilangkan seperti dalam
kalimat penggalan berikut:
(1) Merujuk
ketentuan akademik kita, nilai 3,51 itu
tergolong yudisium cum laude.
(2) Memerhatikan
pendapat para
peserta rapat, dapatlah dirumusan kesimpulan-kesimpulan hasil rapat ini seperti
berikut.
Bagian
kalimat yang diawali dengan kata-kata yang dicetak tebal itu berfungsi sebagai
klausa bawahan atau anak kalimat. Karena konjungsi antara klausa bawahan dengan
klausa inti dihilangkan, makna hubungan antara dua jenis klausa tersebut
menjadi tidak jelas atau tidak eksplisit.
4.
Predikat
Bentuk Pasif Persona
Dalam uraian jenis-jenis kalimat ada
dikemukakan jenis kalimat pasif pesona atau pasif berkata ganti. Dalam
hubungannya dengan kalimat pasif persona inilah muncul problematik bentuk
predikat. Persisnya problematik itu terjadi dalam frasa susunan katabagian
predikat pasif seperti berikut.
(1)
Ihwal
rendahnya uang kuliah kita harus
bicarakan dalam rapat lengkap.
(2)
Pembukaan
kelas sore kami akan rapatkan lebih
dahulu
Bagian
kalimat pasif di atas ingkar dari ketentuan bahwa antara kata ganti diri dengan
pokok kata di bagian predikat tidak bisa disisipkan jenis kata apapun. Dalam
bentuk pasif di atas ada penyisipan kata keterangan: sudah,akan.
Sebaiknya,
susunan frasa itu sbb:
(1a) ...
harus kita bicarakan dalam rapat lengkap.
(2a)... akan kami rapatkan lebih
dahulu.
5.
Gejala
Subjek Proposional
Ada kalimat lazim sekali diucapkan
baik dalm situasi sehari-hari atau adalam situasi formal yang subjeknya
berpreposisi tentang atau mengenai seperti kaimat berikut.
(1) Tentang
akan dibukanya program baru/belum dibicarakan.
(S+P)
(2) Mengenai
hal itu/ belum kami ketahui. (S+P)
Menurut
bahasa, ada perbedaan makna antara subjek berposisi tentang dan mengenai dengan
subjek yang tanpa preposisi tersebut.
6.
Frasa
“Saling pengertian” dan “saling ketergantungan”.
Bentukan kata pengertian dan ketergantungan bukan kata kerja
melainkan kata benda. Dengan begitu, konstruksi saling pengertian dan saling
ketergantungan sejalan dengan konstruksi
saling bangunan, saling perusahaan, saling kekayaan, atau saling kemerdekaan. Tentu saja, setiap
pengguna bahasa Indonesia akan menyatakan sebagai konstruksi yang aneh, seperti
kaliamt berikut :
(1) Karena adanya saling pengertian kedua belah pihak, sengketa perbatasan itu dapat
diselesaikan dengan baik.
(2) Masyarakat modern ditandai dengan
adanya prinsip saling ketergantungan
antar profesi.
7.
Frasa
Eliptis
Subjek eliptis (elliptical subject) atau subjek yang dilesapkan merupakan gejala
yang lazim dalam penggunaan bahasa. Dalam struktur kalimat majemuk dan kalimat
kompleks, gejala subjek eliptis ini merupakan salah satu indikasi kalimat
efektif. Sebaliknya, jika pelesapan subjek itu tidak betul, malahan terjadi
ketidakberesan kalimat.
Contoh :
(1)
Karena pembibitan tanaman ini mmerlukan air
yang banyak, dilakukan pasa musim penghujan.
(2)
Jika
peraturan itu tidak dijalankan, sebaiknya dibatalkan saja.
Kedua kalimat merupakan
kalimat kompleks. Kalimat (1) berkonstruksi K+P+K. Kalimat (2) berkonstruksi
K+K+P. Jadi, kedua kalimat kompleks tersebut tidak mengandung subjek yang
eksplisit. Kelemahan inilah yang sering terjadi dalam penggunaan kalimat kompleks
bahasa Indonesia. Persisnya, subjek kalimat diposisikan di dalam klausa bawahan
(anak kalimat) bukan di klausa inti (induk kalimat)
8.
Penggunaan
Predikat yakni dan yaitu
Sering
kita mendengar kata yakni dan yaitu dijadikan predikat, seperti dalam
kalimat berikut.
(1) Yang akan bertindak sebagai
penceramah dalam kesempatan ini yaitu Bapak Prayoga
(2)
Tamu
rombongan yang baru datang itu yakni tamu kita.
Ada
anggapan bahwa kedua kata tersebut sama dengan ialah dan adalah yang
merupakan kopula atau kata kerja gabung. Leksem yaitu dan yakni bukan
kopula. Jadi keduanya tidak bisa difungsikan sebagai predikat kalimat.
9.
Penggunaan
Bentukan Kata Kerja me-i dan me-kan
Salah satu prinsip penggunaan dua bentukan yang secara
maknawiah itu bertentangan adalah bahwa predikat bentukan me-i menghasilkan subjek
kalimat itu “bergerak” (subjek bergerak), dan objek “diam”, sedangkan bentukan me-kan
menghasilkan subjek kalimat itu “diam” (subjek diam), dan objek
“bergerak”.
Contoh
:
(1)
Kita
harus menjauhi perselisihan dengan siapapun.
(2)
Rupa-rupanya
sopir itu menghindari tabrakan dengn mobil yang lain.
(3)
Para
demonstran melemparkan batu-batu itu kepada aparat.
(4)
Pak
Lurah memberikan hadiah itu kepada salah seorang penduduk.
10. Penggunaan Bentukan mewarisi dan mewariskan
Dalam
KBBI tahun 2000,bentukan pewaris bermakna
“yang memberikan warisan”, warisan bermakna
“sesuatu yang diwariskan” mewariskan bermakna
“memberikan warisan kepada”, mewarisi bermakna
“memperoleh atau menerima warisan dari”, dan diwarisi bermakna “dijadikan warisan”.
11. Preposisi di,pada,
dalam, dan ke
Ada
beberapa prinsip yang selayaknya diperhatikan, yakni :
1) Kata
depan di digunakan di depan kata benda
yang mengandung makna tempat, dan makna tempat yang juga alat
2) Kata
depan di tidak digunakan di depan
kata benda yang mengandung makna waktu, manusia, dan makna yang berhubungan
dengan bahasa
3) Kata
depan dalam digunakan di depan kata
benda yang menyatakan hal yang berhubungan dengan bahasa:
tulisan,surat,pembicaraan, uraian,ceramah, pidato, paragraf, kalimat, klausa,
kata, dan dalam satuan waktu tertentu seperti dalam waktu dua jam, dalam kesempatan itu, dalam peristiwa itu, dalam
perang saudara itu, daam suatu hari ini
4) Kadang-kadang
kata depan di bergabung dengan dalam seperti dalam bentukan di dalam laut,di dalam sumur, di dalam
lemari. Terjadilah penggabungan fungsi kata depan di dan fungsi kata depan
dalam
5) Kata
depan pada digunakan di depan kata
benda yang menyatakan waktu, manusia, dan binatang
6) Kata
depan ke menyatakan arah dan tujuan.
Karena itu, kata depan ke tidak bisa mengambil bentuk tiba ke, atau datang ke.
12. Ketidaklogisan Isi Kalimat
Kadang-kadang terjadi ketidaklogisan
isi kaliat yang tidak terkontrol oleh pengguna bahasa. Mungkin juga
diucapkannya kalimat-kalimat yang tidak logid itu sudah menjadi kebiasaan
seseorang atau meniru ucapan orang lain dalam kegiatan yang sejenis.
Misalnya
:
1) Hadirin yang terhormat, dimohon
yang membawa HP atau alat komunikasi lainnya dimatikan untuk sementara.
2)
Waktu
dan tempat dipersilahkan
13. Objek berpreposisi
Ada
dua buah kata yang sering menggangu kehadiran objek, yakni kata tentang atau mengenai dan daripada. Contoh
:
1) Pedagang kaki lima yang tidak
berdisiplin itu sangat menghambat daripada kelancaran lalu lintas.
2) Seminar itu akan mengkaji tentang peranan positif para pedagang
kaki lima
3) Untuk memperlancar dan mempercepat daripada perkuliahan mereka, maka kita
adakan program Remedial Course.
4) Kami sedang membahas mengenai penyelenggaraannya.
Kalimat
di atas akan sepenuhnya terpadu (kohesif) jika kata-kata didepan objek, yakni daripada, tentang, dan mengenai ditanggalkan.
14. Keparalelan atau Kesejalanan
Untuk
melahirkan kalimat yang bagus, cermat, serasi, dan bersentuhan dengan emosi
penutur, pendengar, dan pembaca, dan kesejalanan struktur (parallelism structure) harus dijaga dan dikembangkan. Ada dua tipe
keparalelan dalam kalimat, yaitu keparalelan struktur kata dan keparalelan
struktur kalimat. Berikut contoh kalimat yang mengandung gejala
ketidaksejalanan bentuk :
Ketidaksejalanan
bentuk dan/atau jenis kata.
1)
Konflik
tidak akan terjadi jika kedua belah pihak bersikap jujur,bertanggung jawab, disiplin, dan komitmen terhadap kesepakatan.
2)
Semakin
dewasa setiap orang diharapkan semakin jujur,disiplin,
mawas diri, dan tanggung jawab.
Ketidaksejalanan
struktur kalimat.
1) Sejak didirikan sampai sekarang,
Pimpinan Yayasan Pendidikan Anak Bangsa itu secara terus menerus membangun
kampus pendidikannnya.
2) Karena tidak bertemu dengan unsur
pimpinan, hadiah itu dititipkan kepada salah seorang karyawan.
Kalimat
di atas mengandung ketidakjelasan anak kalimat (klausa bawahan) dengan induk
kalimat (klausa inti). Berdasarkan isi kalimat dengan apa adanya, dalam kalimat
(1) yang didirikan itu adalah Pimpinan Yayasan Pendidikan Anank Bangsa, bukan
kampus pendidikannya; dalam kalimat (2) yang tidak bertemu dengan unsur
pimpinan itu adalah hadiah itu. Jadi, ketidaksengajaan bentuk kalimat, bisa
menjadikan isi kalimat tidak sesuai dengan logika. Jika kalimat di atas
disejalankan, maka terjadilah kalimat dibawah ini :
1)
Sejak
didirikan sampai sekarang, kampus pendidikan itu secara terus menerus dibangun
oleh Pimpinan Yayasan Pendidikan Anak Bangsa
2)
Karena
tidak bertemu dengan unsur pimpinan maka petugas menitipkan hadiah itu kepada
salah seorang karyawan.
15. Kecermatan
Kadang-kadang
kita menulis atau mengucapkan kalimat yang ditandai dengan adanya gejala
ketidakcermatan. Contoh :
1)
Pada
kami ada uang dua puluh lima ribuan.
2)
Karena sudah diintai dan diikuti jejaknya
sejak beberapa minggu yang lalu sehingga
polisi tidak memperoleh kesulitan untuk menangkapnya.
Kalimat-kalimat
di atas akan menunjukkan adanya kecermatan berbahasa kalau bentuknya atau penulisannya
diperbaiki menjadi seperti berikut :
1a) Pada kami ada uang dua puluh-lima ribuan. (20 x 5000)
1b) Pada kami ada uang dua-puluh-lima-ribuan. (1 x 25.000)
2a) Karena sudah mengintai dan mengikuti jejaknya sejak beberapa minggu
yang lalu,polisi tidak memperoleh kesulitan untuk mengkapnya.
2b) Penjahat itu, jejaknya sudah
diintai dan diikuti sejak beberapa minggu yang lalu sehingga polisi tidak memperoleh kesulitan untuk menangkapnya.
16. Konjungsi bahwa dan kalau
Dalam penggunaan bahasa akhir-akhir
ini, konjungsi bahwa cenderung
diganti dengan konjungsi kalau. Padahal
makna kedua konjungsi tersebut berbeda.
Contoh
:
1)
Apakah
para wakil rakyat itu tidak tahu kalau di
perdesaan masih banyak rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan.
2)
Sebenarnya
Pak Menteri memahami kalau peraturan
seperti itu sulit untuk dilaksanakan.
Tentu saja para pemerhati penggunaan
bahasa Indonesia geregetan mendengar atau membaca kalimat seperti itu. Apa
sulitnya untuk menggunakan konjungsi bahwa
dalam hubungan antar bagian kalimat seperti itu. Bukankah konjungsi bahwa itu menyatakan hal yang sudah atau
sedang terjadi atau hal yang faktual. Misalnya, kita tahu bahwa alam negeri
ini kaya raya. Sudah kami katakan bahwa akan
ada kesulitan dalam melaksankan peraturan itu. Konjungsi kalau adalah konjungsi yang menyatakan
makna syarat, makna yang belum terjadi. Misalnya, Saya akan datang kalau Anda
ada di tempat itu. Kalau cuaca bagus, penerbangan akan lancar. Jadi,
kedua kalimat di atas harus berkonjungsi bahwa
bukan kalau.
17. Problematik Penulisan Rincian
Ketika mengembangkan sebuah tulisan
baik tulisan ilmiah maupun tulisan semi ilmiah, kadang-kadang kita menyatakan
rincian informasi yang ditulis setelah frasa sebagai berikut atau seperti
berikut. Persolannya ada pada penulisan huruf awal rincian, dan tanda baca
pada akhir rincian. Apakah rincian itu diawali dengan huruf besar ? tanda baca
apa yang diterakan di akhir setiap rincian, apakah tanda koma (,), titik koma
(;) , atau tanda titik (.) ?
Tentang penulisan rincian seperti
itu tidak secara langsung di kodifikasi dalam sistem ejaan bahasa Indonesia.
Karena itu, untuk menjawabnya, kita beranalogi terhadap sistem penulisan kata,
frasa, klausa, dan kalimat setelah tanda baca titik, koma, dan setelah titik
koma (;). Di bawah dikemukakan alternatif penulisan rincian informasi yang
layak di aplikasikan.
(1) Pada
dasarnya, pembakuan sebuah bahasa terdiri atas 4 langkah, yakni langkah-langkah
sbb:
1. Seleksi
dan identifikasi,
2. Kodifikasi,
3. Elaborasi,
dan
4. Akseptansi.
Bentuk
rinciannya adalah kata. Dengan demikian, penulisannya diawali dengan huruf
kecil dan diakhiri dengan tanda koma. Karena itu, setelah kata berikut diguakan tanda baca titik dua. Kata sambung dan digunakan menjelang akhir rincian
karena rincian menggunakan tanda koma (,). Jika rincian menggunakan tanda baca
titik koma (;) seperti pada contoh berikut, maka kata sambung dan tidak layak untuk digunakan.
(2) Indikasi
keunggulan komparatif negeri ini adalah sbb:
a. Beriklim
tropis;
b. Terletak
di antara 2 benua;
c. Memiliki
alam yang kaya raya.
Bentuk rinciannya
adalah klausa (pola-pola kalimat) yang diakhiri tanda titik koma (;). Setiap
rincian diawali dengan huruf kecil. Akibatnya setelah kata berikut digunakan tanda baca titik dua (:) .
(3) Indikasi
keunggulan komparatif negeri ini adalah sbb:
a. Negeri
ini beriklim tropis.
b. Negeri
ini terletak di antara 2 benua.
c. Negeri
ini memiliki alam yang kaya raya.
Bentuk rinciannya
adalah kalimat. Iancian dawali dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda
titik akibatnya, setelah kata berikut
digunakan tanda baca titik (.).
(4) Indikasi
keunggulan komparatif negeri ini adalah sbb:
a. negeri
ini beriklim tropis;
b. negeri
ini terletak di antara 2 benua;
c. negeri
ini memiliki alam yang kaya raya.
Bentuk rincian mirip
dengan contoh nomor (3). Rincian di contoh nomor (3) berbentuk kalimat,
sedangkan dicontoh nomor (4) berbentuk klausa (pola-pola kalimat). Setiap
rincian diawali dengan huruf kecil dan diakhiri dengan tanda titik koma (;).
Karena itu, setelah kata berikut di
gunakan tanda baca titik dua (:).
Itulah alternatif penulisan rincian.
Jadi, bentuk bahasa dalam rincian itulah yang me-“ngendali”-kan penggunaan
tanda baca dan penentuan huruf kapital atau huruf non kapital serta penggunaan
kata sambung dan. Penomoran rincian
bisa dengan angka Arab, huruf, atau tanda lain.
BAB 3 PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Problematika
penggunaan bahasa ialah persoalan alternatif pengguanaan bahasa yang
berkembang. Problematika semakin problematis, jika bentukan yang kurang atau
tidak teratur cenderung lebih masyarakat dari pada bentukan yang lain. Dengan
begitu, problematik penggunaan bahasa itu mudah untuk diselesaikan dan terus
berkembang. Pada problematika penggunaan bahasa banyak hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menyusun sebuah kalimat.
3.2
Saran
Penulis
menyarankan kepada pembaca supaya pembaca membaca materi secara cermat dan
teliti, karena dalam problematika penyusunan kalimat materi yang disampaikan
cukup banyak oleh karena itu butuh pemahaman, supaya pembaca dapat menerapkan
mata kuliah sintaksis ini dengan bahasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarnya di Butuhkan Gan